Bukan
tidak mungkin nanti robot akan memiliki perasaan seperti manusia
melalui rekayasa DNA. Sebaliknya, sebagian perangkat tubuh manusia akan
ditambah dengan peralatan robot. Misalnya, pada sebagian tangan atau
kaki manusia nanti ada perangkat robotnya sehingga dapat memiliki tenaga
ekstra untuk bekerja atau berkarya melebihi manusia yang hidup pada
zaman sekarang.
Tidak hanya itu. Sangat boleh jadi nanti manusia
bisa melihat kehidupan masyarakat di masa depan setelah ”dikirim”
melalui perangkat yang disebut lorong waktu (time tunnel) sehingga bisa
mengetahui atau bahkan bisa mencegah kemungkinan hal-hal yang bisa
membinasakan kehidupan umat manusia di masa datang.
Jika kita
membayangkan itu semua, sepintas mungkin seperti mimpi atau sama seperti
kita menyaksikan film-film fiksi sains di layar kaca atau bioskop.
Namun,
hal itu sangat mungkin terjadi melalui revolusi teknologi dan
bioteknologi. Sebaliknya, jika kita melihat kondisi Indonesia sekarang,
yang kita saksikan adalah arus deras masuknya barang-barang dan
perangkat teknologi impor.
Sebagian dari kita merasa bingung dan
terkaget-kaget pada perkembangan teknologi itu. Namun, sebagian lagi
merasa tertantang oleh arus masuk teknologi modern dalam ranah kehidupan
kita sehari-hari. Sebagai pengguna, adakalanya sebagian dari kita gagap
dan bingung menghadapi perkembangan teknologi yang berlangsung cepat
ini.
Contohnya, ketika sejumlah menteri pada Kabinet Indonesia
Bersatu dilengkapi dengan alat kerja canggih untuk dapat mengirim dan
menerima surat elektronik melalui sebuah gadget, sebagian di antara
mereka ada yang gagap teknologi atau gaptek.
Kalau di antara
penentu kebijakan masih ada yang lack of technology (kurang paham
teknologi), sangat bisa dimaklumi kalau masyarakat pada umumnya juga
kesulitan untuk dapat menerima teknologi baru. Bagi sebagian orang, cara
berkomunikasi seolah dianggap baru sempurna kalau dilakukan secara
lisan dengan bertatap muka secara langsung.
Demikian pula dalam
cara kita bekerja, adakalanya pergi ke kantor merupakan suatu keharusan.
Padahal, di era serba cepat seperti sekarang, pekerjaan selayaknya
berorientasi pada memaksimalkan output (hasil).
Untuk pekerjaan
tertentu, tidak mutlak lagi harus dikerjakan di kantor, tetapi bisa juga
dikerjakan di rumah. Oleh karena itu, akhir-akhir ini kita sering
mendengar istilah small office home office (SOHO).
Di era serba
teknologi seperti sekarang, cara berkomunikasi dan melakukan transaksi
bisnis yang efektif tidak selalu harus melalui cara bertatap muka
meskipun hal itu bisa menimbulkan gugatan dari aspek budaya.
Seperti
kita ketahui, pada tahun 1990-an, transaksi perbankan masih dilakukan
secara konvensional, di mana nasabah yang hendak mentransfer uang masih
harus mendatangi kantor bank dan bertemu langsung dengan customer
service. Kalau banyak yang akan melakukan transaksi, para nasabah harus
bersabar untuk antre. Kondisi ini tentu saja sangat menyita waktu dan
sering menjengkelkan.
Namun, kini, transaksi perbankan sudah bisa
dilakukan dalam waktu cepat melalui internet banking. Melalui sentuhan
tangan di keyboard komputer yang terhubung ke jaringan internet atau
melalui smartphone, sekarang nasabah sudah bisa melakukan transaksi
perbankan dari mana dan kapan saja. Perkembangan teknologi informasi
mampu mengatasi dimensi waktu, ruang, dan jarak.
Jaringan
komunikasi yang berkembang demikian pesat telah banyak membantu umat
manusia dan sejumlah perusahaan di jagat raya ini untuk saling
berinteraksi dan melakukan transaksi bisnis satu sama lain.
Proses
pengiriman berita dari atas pesawat kepresidenan yang sedang mengisi
bahan bakar di Bandara Hongkong bisa dilakukan penulis dalam waktu
relatif singkat melalui sebuah gadget, ketika mengikuti rombongan
Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001.
Perkembangan
teknologi informasi telah mengubah cara pandang dan perilaku orang dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu juga bisa mengubah mekanisme kerja
sebuah perusahaan. Adakalanya perkembangan teknologi informasi yang
berlangsung dengan cepat bisa melampaui perkembangan perusahaan itu
sendiri.
Oleh karena itu, perusahaan yang lambat dalam mengikut
perkembangan teknologi bisa jadi akan tersisih dari dinamika masyarakat
dan kemungkinan bisa kalah dalam persaingan usaha. Saat ini jaringan
internet relatif sudah memasyarakat meskipun di Indonesia masih
terbilang mahal untuk bisa memakai internet, bila dibandingkan dengan di
negara maju.
Melejit bagaikan meteor
Sekarang
perkembangan perangkat keras, perangkat lunak, dan telekomunikasi
berlangsung demikian pesat. Melejit bagaikan meteor. Dengan demikian,
kalau sebuah perusahaan tidak melek teknologi, mereka bisa sangat jauh
ketinggalan. Pasalnya, life cycle suatu teknologi semakin singkat dan
mudah menjadi kedaluwarsa.
Oleh karena itu, investasi di bidang
teknologi informasi perlu mengutamakan dua hal penting. Pertama, dari
aspek finansial harus memenuhi return on investment (ROI) yang cepat.
Kedua, dari sisi teknis, investasi di bidang teknologi informasi antara
lain perlu memerhatikan biaya pemeliharaan, keamanan, dan bersifat user
friendly.
Jika misalnya sebuah perusahaan menggunakan pesawat
telepon PABX atau memakai mesin lift yang sudah tidak diproduksi lagi
oleh pabriknya atau sulit suku cadangnya, dipastikan hal itu akan
membebani keuangan perusahaan dalam jangka panjang.
Oleh karena
itu, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi perlu terus diikuti
agar sebuah perusahaan bisa melakukan investasi dengan cepat dan tepat
agar tidak sia-sia.
Demikian pula, misalnya, jika perusahaan
hendak memutuskan untuk membeli atau menyewa seperangkat server untuk
mem-back up semua data perusahaan, selayaknya dipertimbangkan dengan
tepat kebutuhan dan manfaatnya.
Investasi dalam bidang teknologi
informasi hendaknya jangan dilihat pada nilai uang yang dikeluarkan pada
saat ini, tetapi harus dilihat output dan manfaatnya dalam jangka
panjang.
Setiap perusahaan memiliki kebijakan berbeda soal
penggunaan teknologi informasi, tergantung pada visi dan misi serta
kultur dari perusahaan tersebut. Perusahaan keluarga yang konservatif
biasanya daya adaptasi terhadap perkembangan teknologi informasi tidak
fleksibel seperti perusahaan modern yang dikelola oleh para pekerja
profesional.
Di negara-negara maju seperti Jepang, proses
produksi dari perusahaan-perusahaan manufaktur sudah memakai tenaga
robot karena tenaga manusia sudah sangat mahal di Negeri Sakura itu.
Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, pemakaian robot
dapat mengancam keberlangsungan tenaga manusia.
Mungkinkah
pemakaian robot dapat dilakukan pada saat jumlah penduduk Indonesia
berkurang? Lalu, bagaimana pula jumlah penduduk Indonesia bisa
berkurang, sementara angka pertambahan penduduk sekarang rata-rata 1,6
persen per tahun?
Mereka-reka pertanyaan tersebut bisa saja
dilakukan. Karena itu, jawabannya bisa berbunyi, Indonesia bisa saja
nanti menggunakan tenaga robot karena kalau kondisinya terus seperti
sekarang, jumlah penduduk bisa berkurang secara alamiah karena sebagian
meninggal dunia akibat kelaparan dan bencana alam yang disebabkan oleh
faktor manusia Indonesia sendiri.
Jawaban lain, bangsa Indonesia
yang semula sebagai negara kepulauan yang besar dengan jumlah penduduk
yang banyak bisa jadi akan menyusut karena masing-masing provinsi
menuntut untuk menjadi negara sendiri agar bisa mengelola daerahnya
secara lebih otonom dan bisa maju lebih cepat.
Jawaban di atas
memang agak pesimistis dan seolah-oleh membenarkan kekhawatiran dari
sebagian kalangan selama ini bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia akan
sulit dipertahankan, sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia juga
terancam perpecahan karena tidak adanya figur pemimpin yang kuat dan
bisa dijadikan panutan masyarakat.
Tentunya, kita sangat tidak
berharap hal itu terjadi. Kita menginginkan generasi yang akan hidup di
tahun 2030 bisa tetap tinggal di negara Indonesia yang memiliki jumlah
pulau sebanyak 17.000 dan 400 bahasa dengan kekayaan sumber daya alam
yang melimpah. Semoga.
|